Senin, 25 April 2011

Estetika Kakawin Ekadauauiwa version

Berbicara masalah pengkajian sastra-sastra klasik Indonesia umumnya dan sastra Bali khususnya, mungkin dapat kita renungkan kembali pernyataan R.M.Ng. Poerbatjaraka ketika meresmikan berdirinya Fakultas Sastra Uni-versitas Udayana tahun 1958. Pernyataan beliau adalah “Bali adalah pulau yang telah terkenal sebagai peti tempat penyimpanan dan pembendaharaan sastra dan budaya lama” (Sudharta, 1989:10). Pernyataan tersebut sesung-guhnya mengandung dimensi waktu jauh ke depan, agar “peti” yang me-ngandung “misteri-misteri budaya lama” dipahami oleh para generasi.

Karya-karya kesusastraan Bali mengandung dua hal pokok yaitu: (1) mempunyai konsep-konsep artistik tersendiri, dan (2) mempunyai kon-sep-konsep spritual kemanusiaan dan atau kebenaran yang universal dan ha-kiki (Agastia, 1980: 2). Di samping itu olah Sastra Bali tidak semata-mata bersifat susastra, melainkan erat kaitannya dengan kepercayaan, adat-isti-adat, upacara ritual, maupun tradisi sosial masyarakat Bali yang bersifat kompleks (Suastika, 1985:1) Dalam kesusastraan itu sarat berbagai pengeta-huan seperti: filsafat, ajaran ethika, estethica, arsitektur dan Astronomi (Puja,1982/1983: 29).

Pengungkapan nilai-nilai yang terkandung dalam sastra klasik sangat diperlukan zaman sekarang, agar generasi muda yang akan datang tidak ke-hilangan jejak untuk menelusuri aktivitas sosial budaya atau peradaban ne-nek moyangnya. Perlunya kita mempelajari, memahami warisan rohani bu-daya bangsa masa lampau lewat sastra-sastra lama, seperti diucapkan oleh Ida Bagus Mantra, “Ada suatu dalil secara rohaniah menyatakan bahwa apabila dalam suatu perubahan manusia dapat menguasai perubahan-per-ubahan itu, maka selamatlah peradaban itu berjalan, tetapi bila beban itu merupakan suatu kejutan dan manusia harus menegakkan kehidupan ro-haninya, kehidupan agama dan sastra-sastra agama yang terdapat dalam pustaka-pustaka suci, sehingga ia butuh dalam menghadapi perubahan itu sendiri dan tetap berjalan dalam mengembangkan kreativitasnya sebagai subjek untuk menjalankan kewajibannya” (Agastia, 1994:59).

Sastra klasik Bali yang tentunya memiliki kekhasan tersendiri hingga kini masih terpelihara dengan baik. Hal ini dapat dibuktikan dalam tradisi “mabebasan” (pembacaan karya sastra secara bergiliran disertai diskusi), dalam sebuah kelompok sosial yang disebut “Sekaa Pesantian”. Sejalan de-ngan urain itu, A. Teeuw mengatakan di mana-mana di pulau Jawa, Madu-ra, Bali, Lombok, di bagian Sumatra dan Sulawesi, sastra memang seba-giannya diturunkan dan disimpan dalam naskah-naskah tertulis, tetapi sastra ini secara wajar dibacakan bersama-sama, antara pembaca dan pendengar seringkali pula bergiliran perannya, seperti dalam mabebasan di Bali dan nembang di Jawa (1998:40). Apa yang telah dijelaskan A. Teeuw tentang mabebasan di Bali sampai saat ini masih terus terpelihara, dikembangkan, dihayati, diulas serta ditulis bahkan diciptakan kembali.

Melalui tradisi mebebasan inilah masyarakat Bali mengakrabi dan mengapresiasi karya-karya Jawa Kuna dan Bali. Tradisi ini dapat dianggap sebagai ajang “kritik sastra”, karena melalui tradisi ini sebuah karya diba-cakan, diterjemahkan, diulas serta dikomunikasikan antara anggota sesuai dengan kemampuan masing-masing. Di sini pula terjadi komunikasi dua arah dengan sangat “demokratis” Di antra anggota yang hadir, sehingga pa-da akhirnya akan disepakati adanya sebuah nilai yang adiluhur sebagai cer-min hidup dalam berpikir, berkata, dan berprilaku. Penulisan dan penya-linan karya-karya sastra kakawin, geguritan dan lain-lainnya di Bali sampai menjelang abad 20-an masih berlangsung di bebarapa Puri, Geriya dan sanggar-sanggar penulisan lainnya.

Salah satu karya sastra abad XX yang luput dari perhatian kita selama ini adalah berjudul “Kakawin Ekàdaúaúiwa”. Kakawin ini ditulis oleh seo-rang astra Brahmana muda dari Sibetan Bebandem, Karangasem Bali. Nas-kah kakawin ini masih ditulis di atas sebuah buku tulis dan belum sempat ditulis di atas rontal. Dengan demikian, naskah kakawin ini dapat dikatakan sebagai naskah tunggal.

Kakawin Ekadaúaúiwa merupakan karya sastra kakawin abad XX, yang digubah oleh pangawi yang masih tergolong sangat muda. Kakawin ini memiliki kedudukan yang sangat penting di antara kakawin yang ada, karena faktor isi dan keunikan penyajiannya yang merupakan jiwa zaman yaitu adanya ajaran “Siwa Sidanta” yang khas model Bali. Demikian pen-ting kedudukannya terutama di antara peneliti yang ada, sehingga Kakawin Ekadaúaúiwa sangat pantas atau penting diteliti. Naskah ini penulis dapat-kan langsung dari pengarangnya, yang tentunya sangat jarang dijumpai adanya pengarang yang sangat produktif menulis karya sastra tradisional se-perti kakawin di zaman modern ini. Sungguh bahagia dan bangga hati pe-nulis atas kreativitas pengarang kakawin ini, sehingga penulis merasa ter-tarik meneliti Kakawin Ekadaúaúiwa ini sebagai bahan kajian, sekaligus se-bagai upaya penghargaan terhadap hasil ciptaannya dan berusaha menye-barluaskan kepada masyarakat agar karya tradisional khususnya kakawin berkembang secara berkelanjutan. Di usia yang masih tergolong muda seo-rang astra Brahmana kelahiran Sibetan Bebandem Karangasem telah me-nunjukkan kreativitasnya di bidang olah sastra, dalam bentuk puisi Jawa Kuna berupa kakawin, yang tentunya tidak sembarang pengawi Bali mampu melakukannya. Di samping kesukaran bahasa yaitu penguasaan bahasa Ja-wa Kuna puisi Jawa Kuna sangat rumit, belum lagi harus memperhatikan isi cerita dan pengungkapan estetika memerlukan daya imajinasi yang tinggi.

Berdasarkan latar belakang di atas, kajian terhadap Kakawin Eka-daúaúiwa ini memiliki kedudukan penting dalam khazanah kebudayaan Ba-li, yaitu: 1) bagaimana Estetika Kakawin Ekàdaúaúiwa sebagai sebuah tem-bang? 2) bagaimana Estetika Kakawin Ekàdaúaúiwa sebagai sebuah karya sastra Jawa Kuna?

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menggali dan mendes-kripsikan nilai-nilai estetis yang bersifat konseptual yang terkandung dalam Kakawin Ekàdaúaúiwa ini. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami secara mendalam estetika yang terdapat dalam Kakawin Ekàdaúaúiwa yang sarat akan nilai-nilai kebenaran lewat mang-gala, corpus (isi), dan epilognya.

Sedangkan manfaat bagi penulis dan masyarakat luas, oleh karena konsep-konsep pemikiran yang terkandung dalam karya ini sebagai sum-bangan pemikiran untuk memahami konsep-konsep kebudayaan masa lam-pau, yang pada gilirannya dapat digunakan untuk memperkaya khazanah budaya bangsa, khususnya kebudayaan daerah, dalam rangka pembinaan dan pengembangan kebudayaan nasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar